KELAZIMAN TIDAK MEMUNGUT PPN JASA PELABUHAN YANG DISEDIAKAN OLEH PT ABC TERHADAP KAPAL-KAPAL YANG MELAKUKAN PELAYARAN JALUR INTERNASIONAL
Surat Dirjen Pajak : S - 606/PJ.53/2005
Tanggal : 01/07/2005
Surat Dirjen Pajak : S - 606/PJ.53/2005
Tanggal : 01/07/2005
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 15 April 2005 hal sebagaimana tersebut pada pokok
surat, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :
a. PT XYZ merupakan anak perusahaan PT ABC yang diberi tugas untuk menyediakan jasa
kepelabuhanan berupa jasa pelayanan tambat kapal, bongkar muat peti kemas dan jasa lain
yang berkaitan dengan kegiatan terminal peti kemas, baik antar pulau maupun jalur
internasional.
b. Selama ini, dalam memberikan pelayanan kepada pihak pelayaran khususnya untuk jalur
internasional, PT XYZ tidak melakukan pemungutan PPN atas jasa pelabuhan yang diberikan.
Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan azas kelaziman yang berlaku di dunia
internasional sebagaimana Surat Menteri Keuangan Nomor S-995/MK.04/1990 tanggal
20 Agustus 1990. dapat ditambahkan bahwa pengecualian pengenaan PPN atas kapal-kapal
pelayaran jalur internasional tersebut berlaku di pelabuhan-pelabuhan umum di seluruh
Indonesia hingga saat ini.
c. Terdapat persepsi dari petugas pajak/pemeriksa yang mengatakan bahwa jasa pelabuhan
yang disediakan oleh Perum Pelabuhan (PT ABC dan anak perusahaan termasuk PT XYZ),
tidak lagi dikecualikan dari pengenaan PPN.
d. Disamping itu, persepsi tersebut akan sangat mempengaruhi kondisi keuangan dan stabilitas
perusahaan, karena apabila hal tersebut diterapkan akan membawa dampak sebagai berikut:
1). PT XYZ harus memikul sanksi tidak memungut PPN kepada Kapal Pelayaran Jalur
Internasional sebesar kurang lebih Rp 79 milyar untuk tahun 2003, dan PT XYZ juga
akan memikul beban serupa untuk tahun 2004 sekitar kurang lebih Rp 79 milyar;
2). PT XYZ akan dikenakan sanksi SKPKBT untuk tahun 2000 sampai dengan 2002
sebesar kurang lebih Rp 79 milyar x 3 tahun x 200% atau sebesar kurang lebih
Rp 474 milyar;
3). Beban dan sanksi selama 5 tahun tersebut akan mencapai jumlah yang sangat besar
yaitu kurang lebih Rp 632 milyar, yang akan menyebabkan perusahaan menjadi
terpuruk;
4). Mengingat salah satu pemegang saham PT XYZ adalah investor asing yaitu PQR, maka
dengan munculnya beban pajak yang sangat material dari tahun-tahun yang lalu
dapat berakibat menurunnya kepercayaan luar negeri & timbulnya anggapan
Indonesia bukan lagi tempat berinvestasi yang aman;
5). Disamping itu, pengenaan PPN kepada kapal-kapal jalur Internasional pada akhirnya,
akan menambah beban bagi importir/eksportir atau pemilik barang, karena
perusahaan pelayaran pasti akan mengenakan tarif tambahan pada freight yang
sudah ada, yang pada gilirannya akan menyebabkan ongkos angkut menjadi mahal
dan harga barang ekspor kita semakin tidak bersaing.
e. Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, Saudara mohon diberikan penegasan agar jasa
pelabuhan yang diserahkan oleh PT ABC dan anak perusahaannya kepada kapal-kapal yang
melakukan pelayaran dalam jalur internasional yang PPN tidak dipungut, masih tetap
diberlakukan.
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain mengatur :
a. Pasal 4 huruf c, bahwa atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Dalam memori penjelasannya
dijelaskan bahwa penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1) Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;
2) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
3) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Pasal 4A ayat (3) jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis
Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai menetapkan kelompok-
kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, namun jasa kepelabuhanan
tidak termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
c. Pasal 18 ayat (1) huruf b, bahwa dengan berlakunya undang-undang ini, selama peraturan
pelaksanaan Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan pelaksanaan yang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini yang belum dicabut dan diganti dinyatakan masih
berlaku.
3. Pasal 3 angka I Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2003 mengatur bahwa Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional,
Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau
Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi :
1) Jasa persewaan kapal;
2) Jasa kepelabuhanan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat dan jasa labuh;
3) Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal.
4. Butir 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.532/1999 tentang PPN atas Jasa
Kepelabuhanan Untuk Kapal Jalur Pelayaran Internasional mengatur bahwa atas penyerahan jasa
kepelabuhanan antara lain :
a. Jasa pelayanan kapal yang terdiri dari jasa labuh, jasa tambat, jasa pandu, jasa tunda & jasa
telepon kapal;
b. Jasa pelayanan barang yang terdiri dari jasa penumpukan dan jasa dermaga;
c. Jasa pelayanan alat-alat yang terdiri dari jasa kran darat, jasa kran apung, jasa forklift, jasa
head truck, jasa chasis, jasa tongkang, jasa BKMP, jasa towing tractor, jasa timbangan dan
jasa pemadam kebakaran;
d. Jasa pelayanan terminal yang terdiri dari stevedoring, cargodoring, receiving, delivery, dan
overbrengen;
e. Jasa pelayanan terminal peti kemas yang terdiri dari jasa bongkar muat, jasa gerakan
container, jasa penumpukan dan jasa mekanis; dan
f. Jasa pelayanan rupa-rupa yang terdiri dari pas pelabuhan, retribusi kendaraan dan telepon
extension, yang digunakan oleh perusahaan pelayaran asing maupun perusahaan pelayaran
Indonesia dalam jalur internasional, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Pengecualian
ini hanya berlaku sepanjang perusahaan pelayaran tersebut tidak mengangkut orang dan/atau
barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya di Wilayah Indonesia dan negara tempat
kedudukan perusahaan pelayaran asing tersebut juga memberikan perlakuan yang sama
kepada perusahaan pelayaran Indonesia (azas timbal-balik).
5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 4, dan dengan memperhatikan isi surat Saudara
pada butir 1 di atas, dengan ini diberikan penegasan bahwa :
a. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, maka atas penyerahan jasa
kepelabuhanan kepada kapal-kapal yang melakukan pelayaran dalam jalur internasional
maupun tidak, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
b. Jenis jasa kepelabuhanan yang mendapat fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai
adalah jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat dan jasa labuh yang
diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional,
Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa
Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional.
c. Dalam hal Surat Menteri Keuangan Nomor S-995/MK.04/1990 tanggal 20 Agustus 1990 tentang
PPN Atas Jasa Pelabuhan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.532/1999
tanggal 24 Mei 1999 tentang PPN atas Jasa Kepelabuhan Untuk Kapal Jalur Pelayaran
Internasional, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya (Undang-
undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Keuangan Tahun 2000), maka dengan
sendirinya ketetapan/penegasan tersebut tidak berlaku lagi.
0 komentar:
Posting Komentar