Bonekryzie Jenkins my facebook and my twitter bonekryzie »

14 Okt 2009

Selasa, 2 Agustus 2005
EKONOMI
Pelindo Minta PPN Pelayaran Ditiadakan

SURABAYA (Ant): Manajemen PT (Persero) Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, III, dan IV, berencana menghadap Menteri Keuangan (Menkeu). Tujuannya, memperjuangkan penolakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen atas jasa layanan kepelabuhanan terhadap kapal jalur internasional.

"Sesuai kesepakatan pertemuan di Medan, kita akan menghadap Menteri Keuangan. Surat sudah kita siapkan. Kita tetap menuntut pemerintah meniadakan pengenaan PPN 10 persen kapal jalur internasional," kata Dirut PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS), Adji Pamungkas, di Surabaya, Senin (1-8).

Menurut dia, upaya memperjuangkan ditiadakannya PPN 10 persen atas jasa kepelabuhanan kapal jalur internasional ke Menkeu itu merupakan yang ketiga kalinya. Yakni, setelah sebelumnya asosiasi pelaku usaha di pelabuhan Tanjung Perak menghadap Dirjen Pajak dan Menko Perekonomian.

Upaya menghadap Dirjen Pajak hanya menghasilkan dibentuknya tim kajian pengenaan PPN. Sedangkan upaya menghadap Menko Perekonomian gagal karena saat pengurus asosiasi pelaku usaha pelabuhan Tanjung Perak menghadap, Menko dipanggil Presiden.

Adji mengatakan manajemen Pelabuhan I-IV yang menyelenggarakan pertemuan di Medan beberapa waktu lalu diantaranya sepakat menolak pengenaan PPN 10 persen atas jasa layanan kepelabuhan kapal jalur internasional, sebelum dan sesudah diterbitkannya UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Seperti diketahui, UU dimaksud menetapkan penyerahan jasa kepelabuhanan kepada kapal-kapal yang melakukan pelayaran dalam jalur internasional maupun tidak, dikenakan PPN.

Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan penjelasan Dirjen Pajak melalui Surat Nomor S-606/PJ.53/2005, 1 Juli 2005, yang menyebutkan bahwa Surat Menkeu Nomor S-995/MK.04/1990 dan Dirjen Pajak Nomor SE-08/PJ.532/1999 dianggap bertentangan dengan perundang-udangan di atasnya.

Meski demikian, pertemuan manajemen Pelabuhan I--IV di Medan beberapa hari lalu sepakat menuntut PPN ditiadakan karena dalam perjanjian perpajakan (tax treaty) antarnegara, aturan seperti itu tidak dikenal. Dalam tax treaty menganut asas perlakuan timbal balik; satu negara dan lainnya tidak mengenakan PPN dan menghindari terjadinya pajak berganda.

"Hari ini, manajemen Pelabuhan I, II, III, dan IV, juga sedang mengadakan pertemuan dengan asosiasi pelayaran nasional (Indonesia Shipowners Association/INSA) dan perwakilan pelayaran asing (Overseas Shipowners Representative Assocition/OSRA). Tujuannya, juga untuk membahas penolakan PPN itu," kata Adji Pamungkas.

Menurut dia, dalam sejarah PPN, belum pernah dikenakan terhadap jasa layanan kepelabuhanan terhadap kapal jalur internasional. Pengenaan PPN sebesar 10 persen baru dikenal sejak PT TPS "dipaksa" membayar PPN Tahun Anggaran 2003 sebesar Rp79 miliar.

Sangat memberatkan

Sementara itu, Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim, Isdarmawan Asrikan, dalam kesempatan terpisah mengatakan PPN 10 persen yang diikuti dengan pengenaan Indonesia Port Surchrage (IPS) sangat memberatkan. Karena, berdampak terhadap naiknya tarif THC yang ditanggung pengguna jasa, khususnya eksportir.

Dengan dikenakannya PPN 10 persen atas jasa layanan kepelabuhan kapal jalur internasional, asosiasi feeder operators telah mengambil reaksi dengan mengenakan tambahan biaya (surcharge) THC.

Feeder operators dalam surat edarannya tanggal 22 Juli 2005 dan berlaku mulai 1 Agustus 2005, menyebutkan IPS untuk kontainer 20 feet naik dari 150 dolar AS menjadi 197 dolar AS atau naik 31,3 persen dan 40 feet sebesar dari 230 dolar menjadi 303 dolar AS atau naik 31,7 persen.

"Apalagi, TPS kini juga sudah merencanakan kenaikan THC yang sudah pasti akan menambah beban biaya. Akibatnya, biaya yang ditanggung eksportir membengkak dan daya saing produk dalam negeri di pasar global pun semakin terpuruk," Isdarmawan menegaskan. n E-3

0 komentar: